Barongan adalah
kesenian khas Kudus yang bentuknya hampir menyerupai Reog Ponorogo, dengan
Macan yang besar tetapi tidak setinggi Topeng pada Reog Ponorogo. Biasanya di
dalamnya terdapat 2 orang yang memainkannya, satu di depan sebagai kepala dan
satu dibelakang sebagai ekor. Kesenian Barongan dimainkan secara group yang
terdiri dari antara 10 sampai 15 orang termasuk pemain gamelan tabuhannya.
Barongan pada jaman dahulu merupakan pertunjukkan yang dinanti-nanti anak-anak,
karena biasa di mainkan sebagai tanggapan pada hajatan Sunatan, Perkawinan,
Tujuhbelas Agustusan dan sebagainya. Terutama yang mempunyai anak yang hendak
diruwat, seperti anak Ontang Anting atau anak tunggal, anak Pancuran Kapit
Sendang atau anak laki-laki yang hanya seorang diantara saudaranya yang
perempuan, anak Sendang Kapit Pancuran atau anak perempuan satu-satunya sedang
yang lain perempuan. Menurut kepercayaan orang Kudus yang masih banyak
terpengaruh agama Hindu, anak-anak tersebut harus diruwat agar tidak dimakan
oleh Bhatara Kala. Sedangkan Barongan diyakini sebagai wujud penjelmaan dari
Sang Bhatara Kala itu. Barongan adalah Singo Barong yang juga dijuluki Gembong
Kamijoyo. Gembong Kamijoyo sebenarnya merupakan putra pujan dari Mbak Dewi
Partinah, tetapi sejak kecil Gembong Kamijoyo telah diasuh oleh Mbok Rondho
Dhadapan di hutan Lodoyo. Gembong Kamijoyo bentuknya menyerupai macan yang
berperawakan besar berbulu doreng dan mempunyai keistemewaan dan kelebihan
daripada hewan-hewan lain. Karena Gembong Kamijoyo mempunyai keistimewaan dapat
berbicara seperti manusia dan mempunyai kesaktian yang sakti mandraguna.
Gembong Kamijoyo menjadi Raja hutan di seluruh tanah Jawa, dia diperbolehkan
makan apa saja yang sedianya menjadi jatah Bhatara Kala. Kesaktian Gembong
Kamijoyo ini kedengaran pula sampai ke telinggan Raden Prabu Brawidjaya di
Majapahit. Sehingga Raden Prabu Brawidjaya perlu memanggil Gembong Kamijoyo
untuk membuktikan kesaktiannya itu. Untuk itu Raden Prabu Brawidjaya memberi
tugas untuk mencari 2 orang cemaniloka, yang telah mengajarkan ilmu agama Suci
di tanah Jawa secara diam-diam tanpa ijin Raden Prabu Brawidjaya terlebih
dahulu. Puluhan tahun Gembong Kamijoyo keluar masuk hutan di seluruh Tanah Jawa
tetapi tidak menemukan juga 2 orang yang dicari tersebut. Hingga akhirnya
tibalah Gembong Kamijoyo di hutan Patiayam yang terletak di lereng sebelah
timur Gunung Muria, disana Gembong Kamijoyo bertemu dengan Penthul dan Tembem
yang tak lain adalah 2 orang cemaniloka yang dicarinya. Maka terjadilah perang
antara Gembong Kamijoyo melawan Penthul dan Tembem. Ternyata kesaktian Penthul
dan Tembem sangat luar biasa sehingga Gembong Kamijoyo bisa dikalahkan dan
tundukkan dengan diberi minum Air Bening berupa alunan Asap Dupa. Atas
kemurahan hati Penthul dan tembem permohonan Gembong Kamijoyo untuk dibebaskan
dipenuhi asal Gembong Kamijoyo sanggup memenuhi melaksanakan perintah Penthul
dan Tembem. Perintah Penthul dan Tembem itu, adalah: 1. Gembong Kamijoyo
dilarang makan manusia yang menjadi jatah Bathara Kala apabila manusia tersebut
mau memberi pengganti berupa upara ruwatan untuk anak yang Ontang-Anting,
Sendang Kapit Pancuran ataupun anak yang Pancuran Kapit Sendang. 2. Gembong
Kamijoyo dilarang memakan sembarang hewan yang membantu petani, seperti Sapi,
Kerbau, ayam, itik, kambinga dan sebagainya. Dan mulai saat itulah agama Suci
yang tak lain adalah agama Islam mulai sedikit demi sedikit disiarkan di Tanah
Jawa. Demikian kisah Sang Barongan atau Singo Barong yang perwujudan dari
Gembong Kamijoyo. Pada saat ini setelah banyak orang hajatan dengan nanggap
Orgen Tunggal maka Keberadaan Kesenian Barongan semakin tersingkir, tetapi
untuk yang mempunyai anak yang harus diruwat pertunjukan masih diadakan namun
dipersingkat waktunya. Kalau dulu pertunjukan Barongan dari jam 9 pagi hingga
jam 5 sore sekarang hanya beberapa jam saja, untuk memenuhi syarat ruwatan
saja. Pertunjukan Barongan hanya tinggal di perayaan Tujuhbelas Agustusan dan
festival-Festival budaya yang diadakan di Kabupaten Kudus saja. Semoga
bermanfaat untuk menambah khasanah budaya kita, Terimakasih.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar